Jumat, 15 Oktober 2010

Bermakmum Pada Imam yang Kurang Fasih

Apabila bacaan fatihah imam salah tetapi tak merubah makna, sebagian ulama berpendapat bila di negeri luar bangsa Arab maka fatihahnya tetap sah sehingga shalatnya sah. Sedangkan bila bacaan fatihahnya salah hingga merubah makna, maka fatihahnya tidak sah dan shalatnya pun tidak sah.


Namun berkata Al Hafidh Imam Nawawi rahimahullah bahwa kesalahan makna dalam membaca fatihah dimaafkan bila di negeri yang tidak berbahasa Arab, selama tidak disengaja, kecuali bila ia faham dan sengaja merubahnya maka fatihahnya batal dan shalatnya pun demikian.

Di negeri kita, tajwid yang difahami adalah ilmu untuk belajar membaca Al Qur'an, padahal berbeda antara belajar membaca huruf arab dan belajar untuk menyempurnakan membaca Alqur'an.

Ilmu tajwid adalah metode pembacaan Alqur'an yang indah dan sempurna, hal ini hukumnya sunnah. Yang wajib adalah ilmu membaca Alqur'an dengan benar. Ini bukan ilmu tajwid, ini adalah ilmu bahasa Arab karena semua orang yang berbahasa Arab dan mengenal huruf Arab akan mampu membaca surat Alfatihah dan Alqur'an dengan benar. Mereka mengenal huruf arab, maka sifatnya umum. Namun belum tentu orang Arab atau orang yang berbahasa Arab mengetahui ilmu tajwid, karena ilmu tajwid adalah ilmu kesempurnaan membaca Alqur'an, dan bukan membaca keseluruhan tulisan arab.

Sah menjadi makmum orang yang rusak makhraj hurufnya seperti Ain diucap alif, di negeri selain negeri yang berbahasa Arab, selama tak merubah makna. Mengenai mana yg lebih didahulukan maka berkata Alhafidh Imam Ibn Hajar dalam Fathul Baari Almasyhur Juz 2 hal 171 agar mendahulukan yang lebih faqih daripada Qari’. Qari’ hanyalah baik bacaannya saja, sedangkan imam shalat dibutuhkan mendalami syariah dan hukum shalat secara keseluruhan, bukan hanya bacaan fatihah saja yang merupakan sebagian kecil dari rukun rukun shalat.

Nah.. bila seorang ulama memiliki lidah yang tidak fashih, maka ia tetap lebih didahulukan daripada Qari’ yang bukan ulama. Namun tentunya jika fatihah nya tak merubah makna.
Adalah sah menjadi makmumnya, walaupun tentunya lebih afdhal adalah yang bacaannya fashih. Shalat makmum tidak batal karena bermakmum kepada imam yang tidak fashih. Dijelaskan bahwa batal shalatnya apabila bacaannya merubah makna fatihah, seraya mengetahui dan sengaja. (Busyralkarim 148)

Anda dapat menjumpai ulama-ulama Mesir yg mengucapkan Qaaf menjadi ‘Ain, padahal mereka ulama ulama kelas atas. Anda dapat menemukan ada diantara kyai-kyai besar yg sudah sangat mendalami syariah dan hukum, tetapi mereka memiliki lidah yang tidak fashih mengucapkan Zay. Sebenarnya dijelaskan oleh para ulama bahwa tak ada yang lebih fashih dari Rasulullah saw, dan beliau saw bersabda : “Akulah yg paling fashih mengucap 'Dhaad'”. Banyak orang terjebak kesalahan saat mengucapkan huruf “Dhaad”, mereka mencampurkannya antara Daal dan Zay, dan masih banyak contoh lainnya.

Sebagaimana dijelaskan oleh para ahli tajwid, bila seseorang mengucapkan “raa” masih bergetar lidahnya maka ia belum fashih mengucapkan “raa”. Di pondok pondok Alqur’an di Jawa Timur, ada yang bertahun-tahun tak pernah lulus mengucapkan huruf “raa”, karena masih bergetar lidahnya saat mengucapkannya. Masih banyak lagi celah-celah tajwid yang lain. Namun hal itu dimaafkan bila tak merubah makna atau tidak sengaja.




Sumber : Majelis Rasulullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar